Seharusnya Sinyal Itu Aku Terjemahkan dengan Jeli
Suara kokok ayam yang terdengar nyaring menemani coretanku kali ini.
Keputusanmu beberapa jam lalu belum bisa kuterima dengan sepenuhnya. Kata putus
yang dengan mudahnya kamu tuliskan lewat pesan whatsApps. Seakan-akan membuat
aku berpikir bahwa selama ini aku tidak terlihat penting untukmu. Aku, seorang
wanita yang pernah kaucinta hanya ingin kauhargai. Bila aku pernah menyakitimu,
setidaknya aku pernah membuatmu sedikit melupakan masalahmu. Aku tidak bisa
memejamkan mata ini, memandangi setiap sudut ruang yang tampak wajahmu. Aku
terus bertanya-tanya apakah salahku selama ini. Selama kau bersama denganku.
Rasanya hari kemarin kita masih baik-baik saja, kamu masih
menyapaku, menghubungiku dan berkata sayang seperti biasanya. Kamu masih
mengucapkan cinta padaku. Dan kata putus itu terlalu tajam untuk menyentuh bola
mataku yang cukup bersinar hari itu. Hingga derasnya sungai yang mengalir
dipipi tak lagi dapat aku bendung.
Sayang? Apa kautau? Saat membaca pesan darimu itu aku sedang belajar
dengan seorang guru dikelas, yang baru saja membagi hasil ulanganku. Hasil yang
cukup memuaskan untukku. aku ingin sekali memberi kabar padamu tentang itu,
agar kamu termotivasi dengan nilaiku itu. Namun, apa yang kudapatkan? Kata
putus begitu saja tanpa penjelas yang jelas dari pesanmu itu. Aku tak perlu
berpanjang kali lebar untuk menjelaskan bagaimana tepatnya perasaanku kala itu.
Aku remuk.
Sampai saat aku menulis ini, air masih mengalir dan aku
bertanya-tanya apa sesungguhnya salahku ini, apa yang sebenarnya terjadi? Jujur
aku tak mengerti dengan semua ini.entahlah, aku masih belum mengerti tentang
pria macam apa yang aku cinta sampai saat ini, sampi detik ini. Meninggalkanku tanpa
penjelasan yang jelas. Hanya dengan penjelasan “ingin belajar”. Aku benar-benar
tak mengerti apakah kamu memang akan belajar atau kamu sudah mendapat yang
lain, yang lebih sempurna dibanding wanita yang pernah kaucinta ini, wanita
yang pernah kaubahagiakan dengan caramu.
Kalau kaubilang ini semua karna kamu hanya tidak ingin menyakiti
orang seperti aku, rasanya itu lagu lama yang sering aku jumpai dan itu menjadi
jurus andalanmu ketika kamu ingin mengakhiri hubungan dengan seorang wanita.
Kita bisa akhiri sejak dulu, bahkan sejak awal kita saling mengenal.
Jika semua ini karna kamu menganggapku masih terlalu
kekanak-kanakan, bolehlah aku menuntut sikapmu agar tak lagi egois, tak lagi
keras kepala. Sayang? Aku tau masih banyak yang lebih dari aku yang mengejarmu.
Tapi, tolonglah kamu hargai seorang wanita yang air matanya telah habis dan
bahkan kering karnamu. Yang pikiranya selalu terisi olehmu, yang dalam
kesibukanya bahkan selalu ingin mengabarimu walaupun kamu tak akan
menggubrisnya.
Sayang? Tengoklah sedikit kearah wanita yang rela menjadi tong
sampah tempat kamu melupakan segala amarahmu. Aku, wanita yang selama ini
berada disampingmu, memluk erat tubuhmu ternyata hanya bayangan yang ada
dibelakangmu.
Kesia-siaan ini harusnya aku sadari sejak awal. Sinyal itu
seharusnya dapat ku terjemahkan dengan teliti. Harusnya aku tau kamu hanya
menjadikan aku persinggahanmu.
Seharusnya aku mengerti saat kamu menatapku, menggenggam tanganku.
Aaaaaa. Seharusnya aku tau semua itu. Tau bahwa itu hanya kebohongan yang
disembunyikan dibalik kebaikanmu. Harusnya aku tak bermipi terlalu jauh.
Sekarang, tentu kamu sudah bisa tertidur dengan nyenyaknya. Sedangkan aku
disini masih menangisi dengan mata yang bengkak atas keputusanmu yang harus aku
hargai.
Hujan diluar masih turun, mengingatkan betapa indahnya saat bermain
dibawah hujan bersama denganmu. Aku yang menggigil masih enggan menghangatkan
badanku dibawah selimut yang hangat. Ingin rasanya aku menghilangkan ingatanku
mengenai kenangan kita berdua. Menghilangkan namamu, pertemuan pertama kita,
kepergian pertama kita, aroma tubuhmu, jalan yang pernah kita lewati berdua,
tawa kita, tangis kita, hujan dikepala kita berdua, suasana dinegeri atas awan,
dan suasana saat pertama kali kita pergi bersama. Aku
benci harus mengingat tentangmu karena hal-hal bodoh yang selalu
membawaku untuk ingin menhgulang masa-masa itu bersama mu. Kemasa-masa kita masih baik-baik saja, kemasa
lalu yang sekarang hanya menjadi bayang yang abadi.
Comments
Post a Comment