Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2014

Aku dengan Kepercayaanku dan Kau dengan Dustamu

Cara yang salah untuk menceritakan keadaan hatiku ini belum dapat kuubah dengan cara yang lain, cara yang menurutmu lebih baik. Aku masih saja menceritakan bagaimanapun keadaan hatiku dengan tulisan-tulisanku. Apakah hatiku sedang senang ataupun sedang terluka. Caraku yang katamu malah menambah dukaku semakin lara. Tapi inilah caraku sayang. mengertilah. Aku belum bisa mengubahnya. Hanya dengan tulisan ini aku dapat menyampaikan maksud hatiku. Bukan, bukan pada khalayak. Tapi hanya saja aku ingin bercerita agar tak ada beban lagi di hati. Hati yang rapuh seperti kayu yang telah termakan rayap.Karna sekarang tak mungkin lagi aku menceritakan kepedihan ini pada beberapa sahabatku. Kamu tau alasanya? Tanpa kujelaskanpun kamu pasti mengerti. Bagaimanapun keadaanya aku sudah berjanji pada semuanya, terutama pada diriku sendiri. Pada hatiku yang telah rapuh. Aku berjanji untuk tidak mengusik kebahagiaanmu meskipun dengan wanita lain. Aku sudah berjanji tidak akan menunjukkan kecemburuank

Inikah yang orang sering menyebutnya dengan jarak?

Dulu, hampir setiap hari kita bertemu. Hampir setiap hari kita bercakap. Walaupun hanya melihatmu sejenak, setidaknya ada pertemuan. Namun, semua itu dulu, iya itu dulu ketika kamu masih mengenakan sragam yang sama dengan sragamku sekarang. saat kamu masih sering menyakitiku, dan kemudian kamu menjelaskan dengan alasan yang kukira sama sekali tak masuk akal. Tapi ya entah kenapa aku selalu mengiyakan alasan-alsanmu itu. semua itu kita lalui bersama. Aku dengan kepercayaanku, dan kamu dengan kebohongan-kebohonganmu. 5 bulan terakhir ini kamu sudah tak lagi mengenakan sragam itu, kamu yang sekarang sudah terlihat lebih dewasa dari kamu yang dulu. Saat ini, di sana kamu dengan kesibukanmu, dan disini aku dengan rutinitasku. Jarak antara aku dan kamu sekarang hanyalah sebuah angka yang tak mempunyai arti apa-apa karna aku dan kamu mampu mempertahankan cinta kita. Kini, tak ada lagi hari hariku dengan pertemuan itu denganmu. Bahkan seminggu sekalipun terkadang sulit untuk kita realisasi

Terkata Dalam Diam

Hay kamu yang disana? Kamu yang tak kukenal dan kamu yang tak mengenalku. Kamu yang selalu kuperhatikan dan kamu yang selalu memperhatikanku. Aku yang selalu merasa kamu melihatku dan kamu yang selalu merasa kulihat. Kamu yang selalu mengalihkan pandanganmu ketika aku melihatmu memperhatikanku dan aku yang selalu mengalihkan pandanganku ketika kamu melihatku sedang asik memandang lekuk wajahmu. Siapa kamu sebenarnya? Kenapa kamu tiba-tiba muncul begitu saja di sini? Di tempat ini? Tempat yang lama tak berpenghuni. Bukankah tempat ini asing bagimu? Lalu apa alasanmu berhenti di sini? Kamu tak tau namaku, akupun tak tau namamu. Tapi kenapa aku dan kamu saling memperhatikan? Atau hanya aku yang merasakan seperti itu? ah kurasa tidak. Tapi, jika kamu memang benar memperhatikanku. Kenapa aku tak merasakan usaha apapun darimu untuk mendekatiku? Aku hanya tau kamu dari timeline twittermu dan kurasa kamu tau tentangku juga dari jejaring sosial yang kumiliki itu. Terbersit seberkas kenang

Sekuat inikah aku?

Aku adalah wanita yang lemah katamu, wanita yang sering sakit, wanita pemalu, wanita yang hanya diam, wanita yang tak bisa diandalkan. Ya, itulah aku katamu. Katamu yang sering kali kauucapkan untukku. Namun, bagaimana mungkin wanita selemah aku bisa menghadapi ini semua? Semua ini cukup berat dan itu harus kuhadapi sendiri dengan sisa rasa percaya yang kini hampir pudar? Ah, rasanya aku tak sanggup, aku ingin menarikmu kedalam masalah ini. Aku sudah cukup lelah dengan diamku selama ini. Aku mau bicara, karna terkadang tidak hanya dengan tulisan aku dapat mengeluarkan rasa emosi marahku. Senja sore ini menjadi saksi bisu betapa aku menjadi wanita yang tak punyai rasa belas kasihan denganmu, dia atau dengan siapapun, saksi betapa aku menjadi wanita yang tak tau malu, bertingkah seperti anak kecil yang merajuk ketika aku menyeretmu didepan orang banyak. Amarah itu tak sanggup aku tekan lagi. Aku tak lagi punyai cukup tempat untuk meletakkan kata maafmu. Sekarang aku bukan lagi wani