Dulu,
hampir setiap hari kita bertemu. Hampir setiap hari kita bercakap. Walaupun
hanya melihatmu sejenak, setidaknya ada pertemuan. Namun, semua itu dulu, iya
itu dulu ketika kamu masih mengenakan sragam yang sama dengan sragamku
sekarang. saat kamu masih sering menyakitiku, dan kemudian kamu menjelaskan
dengan alasan yang kukira sama sekali tak masuk akal. Tapi ya entah kenapa aku
selalu mengiyakan alasan-alsanmu itu. semua itu kita lalui bersama. Aku dengan
kepercayaanku, dan kamu dengan kebohongan-kebohonganmu.
5
bulan terakhir ini kamu sudah tak lagi mengenakan sragam itu, kamu yang
sekarang sudah terlihat lebih dewasa dari kamu yang dulu. Saat ini, di sana
kamu dengan kesibukanmu, dan disini aku dengan rutinitasku. Jarak antara aku
dan kamu sekarang hanyalah sebuah angka yang tak mempunyai arti apa-apa karna
aku dan kamu mampu mempertahankan cinta kita. Kini, tak ada lagi hari hariku
dengan pertemuan itu denganmu. Bahkan seminggu sekalipun terkadang sulit untuk
kita realisasikan. Seolah olah kita sudah tak memiliki sebuah ruang special
untuk saling bersentuhan bahkan saling menatap sekalipun. Ada kalanya aku ingin
mengeluh ketika rindu itu tak dapat aku sembuhkan dengan deretan huruf yang
sengaja kau berikan untuk menyembuhkan kerinduanku.
Aku
menatap langit langit rumah, lalu membayangkan jika kamu berada disampingku dan
kita saling merasakan hal yang sama, mungkin tak akan ada air mata yang
perlahan menetes ketika hanya abjad yang tersusun yang menguatkan kita, ketika
hanya suara yang terpantul dari benda kecil saat malam telah larut. Mungkin
kata rindu itu tak akan berkali-kali kita ucapkan. Terkadang aku memilih untuk
menyembunyikan kerinduanku dibalik rapalan namamu hanya agar kamu tak cemas dengan rasa rindu yang telah menjadi
candu tersendiri untuk rasaku.
Rasa
cemburu, rasa takut, rasa cemas, rasa ragu itu sering muncul dan menikam hebat
otakku dan merobek kepercayaanku secara ganas. Semua kesibukanmu yang tak
kumengerti terkadang membuatku ragu denganmu. Kamu yang berada di sana dengan
orang-orang yang tak satupun aku mengenalnya membuat rasa cemburu itu semakin
menjadi.
Tak
ada yang salah dengan jarak ini. Aku dan kamu belajar untuk menjalani semua ini
dengan jarak yang ada. Menjalani dengan keyakinan yang ada pada diri kita
masing-masing. Kamu dengan teman barumu yang terkadang aku mencemburuinya. Dan
aku dengan cerita yang masih sama.
Aku
hanya berharap, disela kesibukan yang kita jalani saat ini masih ada celah
untuk kita menyandarkan rindu walau tanpa pertemuan. Walau hanya deretan abjad
ataupun gema suara yang sekedar untuk mengingatkan makan, bertanya kabar, atau
mengingatkan untuk menjalankan kewajiban yang sering kali kita lupakan.
Dari
wanitamu yang sangat merindukanmu,
Wanita
yang sering kali mengeluh atas kerinduanya,
Wanita
yang sedang berusaha mempercayaimu kembali.
Comments
Post a Comment