Hujan
di Bola Mataku
Sunyinya malam ini membuat
nyaringnya suara jangkrik semakin jelas terdengar, mengalun mengiringi suara
ketikan dari keyboard laptop yang masih menyala. Betapa bahagianya aku satu
tahun yang lalu ketika kamu telah berhasil menghipnotisku entah dengan jurus
apa, sehingga kamu mampu menjadikanku kekasihmu, wanita bodoh yang mudah sekali
terkena jurus tipu andalanmu. Masih terngiang dibenaku ketika kamu menyuruhku
melipatkan bajumu. Saat kamu memberiku sebatang silverqueen. Ya, saat itu aku
dan kamu berubah menjadi kita.
Lagu itu. iya sayang lagu itu
menemani setiap huruf yang kutuliskan dengan jemariku. Lagu yang tak pernah bosan ku dengar. Lagu yang
selalu kuulang-ulang. lagu yang selalu mengantarkanku hingga kuterlelap. Iya,
itu suaramu. Tapi entahlah untuk siapa lagu itu kamu nyanyikan. Untukku kah? Ah
tidak. Aku tidak mau terlalu berharap lebih lagi denganmu. Aku sudah terlalu
takut untuk jatuh dari ketinggian yang sama.
Bagaimana mungkin ada pelangi
dibola mataku, sedangkan bola mataku saja selalu hujan dan tak ada sinar
mentari yang membentuk indahnya pelangi disana. Pelangi itu mungkin tak akan
muncul lagi disana sayang. Setiap kali ada mentari yang menyelinap diam-diam,
mendung itu tanpa ragu-ragu menutupnya dengan kabut tebal.
Sayang? Aku rindu kamu.. iya,
aku sungguh rindu denganmu. Sebenarnya aku ingin menagih janjimu. Janji kamu
yang akan menghapuskan air mata ketika aku terlalu merindukanmu. Ah, lagi-lagi
aku berkhayal dengan angan-angan yang tak mungkin terjadi. Rintihan hati yang
tak mungkin kamu gubris sedikitpun. Jeritan hati yang tak mungkin kaudengar.
Ingatkah kamu ketika kamu
menggenggam jemariku dan kamu mengatakan bahwa kamu masih mencintaiku? Mungkin
aku sudah paham dengan jawaban atas pertanyaanku itu. jujur aku akui,
akhir-akhir ini semakin mendekati hari ini, kamu sering sekali mampir
dikepalaku malah sering dalam mimpiku muncul sosok laki-laki yang sampai
sekarang ini masih sangat aku cinta dan kuhormati.
Seharusnya
saat ini ditangan kita sudah ada buku tentang kita. Iya tulisanku itu.
tulisanku yang diam-diam kamu baca siiang itu.
tapi rasanya aku tak sanggup untuk menuliskan dibagian akhir ceritanya. Aku tak berani mengatakan hubungan kita sudah
berakhir. Mungkin sekarang kamu tau betapa bodohnya wanita yang( katanya )
pernah kamu cinta ini. Wanita yang tak berani mengatakan hubunganya telah
berakhir dengan lelaki yang selalu menyakitinya.
Aku masih
ingat. Tenang saja, aku tak akan pernah melupakan janjiku padamu. Aku bukanlah
orang yang suka ingkar janji. Masih jelas tergambar diotak kananku tentang
janji menuliskan cerita untukmu. Cerita tentang kamu, aku dan dia. Aku akan
menuliskan yang terbaik untukmu. Hanya saja untuk saat ini aku tak ampu menuliskan
sepatah katapun untuk cerita itu.
Comments
Post a Comment