Kita telah
sama-sama dewasa sekarang. Kita bersama
sedang mencari makna hidup yang sesungguhnya. Kita bersama sedang mencari jati diri. Berdua kita
melewati jalan yang berlorong, berliku, gelap, berkerikil, berdebu, dan bahkan
terang. Banyak yang telah kita capai bersama dalam perjalanan kita. perjalanan
lama ataukah sebentar? Entahlah, kita tidak bisa mendefinisikannya lama, namun
kita juga tak bisa menjelaskan bahwa jalan yang telah kita lalui ini sebentar.
Kesadaran kita
masing-masing telah membuat kita saling menerima keadaan yang ada. Aku yang
sering membuatmu jengkel, marah, emosi, dan kamu yang sering
mengecewakanku. Ya, itulah yang membuat
kita tidak bias melepaskan satu sama lain.
Aku tak begitu
mengerti kenapa aku masih saja disini, berdiri dibalik punggungmu yang lebar, sebenarya
bisa saja aku lari kedepanmu. Tapi aku takut, sangat takut sekali mengganggu
tamu yang sedang asyik berbincang denganmu dan nampaknya kamu juga sangat
menikmatinya. Menampakkan wajahku saja aku tak berani, meskipun sejujurnya aku
ingin sekali menemui tamu mu itu. Sekalipun aku bisa lari kedepanmu tapi aku
tak akan pernah melakukannya. Aku hanya ingin di sampingmu. Hanya itu.
Maafkan aku
jika aku tak pernah menyamankanmu. Maafkan aku jika selama in aku tak pernah
se-asyik tamu itu ketika berdiskusi bersama. Maafkan aku jika selama in aku
telah egois tidak mau mendengarkan keluh kesahmu. Maafkan aku jika selama in
aku selalu memaksakan kehendakku. Maafkan aku jika selama in aku selalu
mengganggu waktu tidurmu. Maafkan aku jika selama ini aku sering meminta ini
dan itu. Maafkan aku jika selama in aku tak pernah bias membahagiakanmu. Maaf!
Apa kamu
tau arti kata “aku ingin seperti yang lain” ? tidakkan ? kamu juga pasti
tidak tau itu kata-kata untuk siapa sebenarnyakan ? itu kata untukmu. Ya
itu untukmu. Kamu yang selalu bilang ‘’ya aku mengerti apa yang harus aku
lakukan ‘’. Jujur, aku ingin seperti yang lain. Aku ingin berdiri di
sampingmu. Aku ingin menemui tamu-tamu kamu. Aku ingin kamu kenalkan dengan
mereka. Aku ingin menemanimu menemui tamu-tamu sepsialmu. Aku ingin merasakan
apa yang kamu rasakan.
Aku tidak
pernah menemui tamuku sendiri. Selalu ada kamu di sampingku saat aku menemui
mereka.walaupun sebenarnya bisa saja aku
menemuinya sendiri saat kamu pergi. Atau saat kamu sedang asyik dengan
tamu-tamu kamu. Tapi, apakah pernah aku menemuinya sendiri ? tidak
kan ? bahkan, saat kamu pergipun aku tidak berani menemuinya. Aku memilih
duduk sendiri dan menghubungimu. Mencari tau apakah kamu baik-baik saja.
Terkadang,
banyak sekali godaan silih berganti ketika aku sangat lelah dan bosan untuk
menunggumu pulang. Ingin rasanya membuka pintu untuk tamu yang telah lama
menunggu di teras rumah. Tapi dengan apa aku harus membuka pintu utama ?
sedangkan kunci tanpa duplikat selalu kamu bawa saat kamu pergi. Tidak mungkin
pula aku memasukan tamuku kedalam rumah melalui pintu belakang. Selain akan
menyinggung perasaanya aku juga tidak mau membuatmu kecewa.
Jadi, aku
memilih diam. Menunggu kabar darimu. Bahkan sampai tertidur. Saat mentari tanpa
malu tersenyum padaku, tubuhku telah rapat dengan selimut hangat yang kuksangka
kamulah yang menyelimutiku. Tapi apalah arti aku berkhayal, kamu yang sedang
jauh menemui tamu. Terkadang tanpa sadar aku sangat nyaman dengan balutan
selimut tebal itu meskipun bukan dari kamu tapi dari entah siapa yang berani
menyelimutiku. Tapi aku tak ingin selalu nyaman dengan selimut itu. Karna
aku hanya ingin nyaman dengan balutan kain tebal darimu. Hanya darimu.
Comments
Post a Comment