Masih terasa sentuhan hangatmu,
kamu yang selalu hadir dalam setiap nafas yang kuhembuskan. Kamu yang kini
masih ada dalam setiap baris do’aku. Dan kamu yang masih terus menyakitiku
tanpa kutau alasanya. Entah aku yang bodoh atau aku yang terlalu sayang dan tak
ingin kehilanganmu.
Kali ini, dalam tulisan ini aku
ingin berpesan denganmu, meskipun suatu saat nanti jika kamu membaca suratku
ini, aku sudah tak merasakan perasaan yang sama lagi seperti saat ini. Jangan
tanya lagi mengapa aku bisa sekuat ini sekarang. mungkin karena aku sudah
terlalu sering dan terlalu lama bergelut dengan perasaan semacam ini. Aku sudah
terlalu sering untuk melepaskan sesuatu yang membuatku bahagia.
Aku tak mengerti, entah itu
sesaat ataupun sudah menemaniku sejak lama. Perasaan kecewa yang sudah
bersahabat baik denganku seperti memberi candu yang mengebalkanku yang akhirnya
perasaan itu akan membunuhku. Rasa kecewaku terhadapmu kini telah menjadi rasa
yang amat wajar dalam hidupku.
Detik ini aku bisa melepaskan
rasa sakit itu dan menggantinya dengan rasa hampa yang tak terkalahkan. Begitu dalam
kehampaan yang kurasakan. Jangan salahkan aku, bila suatu saat nanti
kepergianmu bukanlah menjadi sebab tangisku, dan kembalimu bukan lagi menjadi
sebab tawaku. Karna kamu sendiri yang telah melatihku untuk sebuah kekecewaan.
Lepaskanlah aku jika itu memang
benar. Yang kutau, aku sudah berusaha membahagiakanmu dengan kekuranganku
bahkan tak jarang dengan kelebihan yang kumiliki. Aku mengerti, aku perhatian,
aku diam, aku bertahan, aku sabar hanya agar mendapat belaian kasih sayangmu.
Waktu demi waktu kulalui dengan senyum meski terdapat duri didalamnya. Jujur
aku tak mengerti apa yang telah terjadi. Aku selalu menghormatimu layaknya
calon imamku, tapi adakah hariku yang kau isi dengan sejuta senyumu? Itu
seperti mimpi di siang hari.
Aku tak akan menghormatimu
layaknya calon imamku lagi jika itu yang kaumau. Aku tak akan memperdulikan dan
memperhatikanmu lagi karena kepedulian dan perhatianku tak pernah kauanggap.
Aku tak akan mencinta dan mengasihimu lagi, karena memang bukan kewajibanku
lagi. Dan aku akan mulai membuka hatiku untuk yang lain. Untuk orang yang
benar-benar mencintaiku, orang yang selalu menganggapku nyata ada, bukan
sepertimu yang selalu menganggapku bayang ilusi semata.
Aku ingin kamu bahagia, dengan
siapapun pilihanmu. tapi bukan berarti aku harus selalu memelihara rasa kecewa
yang telah terbiasa tumbuh dalam tubuhku. Aku juga berhak bahagia dengan
kehidupan baruku, dengan orang yang tentunya pilihanku dan benar memilihku. Aku
berhak mendapatkan apa yang kumau seperti kamu mendapatkan apa yang kaumau. Aku
yakin, aku akan mendapatkan apa yang aku inginkan meski tidak denganmu.
Semua memang terasa sulit
untukku, tapi aku yakin bisa karena aku akan terbiasa dengan keadaan ini.
Janganlah lagi kamu tanya mengapa karena aku menghargai dia yang kini
bersamamu. Dengan kebahagiaan yang tak mungkin aku hancurkan seperti dia
menghancurkan hubungan kita.
Comments
Post a Comment