Hembusan
angin sore perlahan menyentuh kulitku dengan lembut. Mega-mega merah menjadi
penyejuk hati yang lama tak terjamah. Burung-burung gereja seakan tau dan
menghibur kelamnya suasana hati dalam keindahan sore dengan paduan yang amat
nyata. Sunset yang kutunggu akhirnya tiba juga, merahnya mega tergantikan
dengan remang rembulan yang mengantarkan kepulanganku dengan enggan. Apa yang
membuatku seperti ini? Kamu. Iya kamu.
Sinar
rembulan itu membuat bayanganku lebih jelas. Kepulanganku mengingatkanku
padamu. Seseorang yang tak sepantasnya aku tunggu. Seorang pria yang juga
sedang menunggu wanita yang dicintainya. Aku tak paham dengan hatiku. Bagaimana
mungkin aku masih berdiri disini menunggumu, sedangkan kamu sedang asyik
bersama wanita yang kau cinta. Bagaimana mungkin aku bisa bertahan selama ini.
Dua tahun aku menunggumu. Dan dua tahun pula kau menunggunya.
Sempat
aku berfikir bahwa kamu adalah orang yang bodoh. Mau menunggu orang yang
jelas-jelas sudah memiliki kekasih dan secara halus menolakmu. Tapi apakah
pantas aku berakata seperti itu? sedang aku sendiri sekarang masih disini,
menunggu dan terus menunggu seorang pria yang sedang terlena dengan penantiannya.
Sungguh
logikaku sudah tak mau lagi berkompromi dengan perasaanku. Telah terjadi perang
hebat antara logika dan perasaanku. Kukira logikaku masih normal dan akan
memenangkan perang itu kemudian aku pergi dengan sisa kesanggupan yang kupunya.
tapi pada kenyataanya, perasaankulah yang memenangkanya. Dan aku Aku benar-benar
tak sanggup lagi berdiri sendiri, namun aku juga tak mampu pergi dari sisi
seorang pria dengan penantiannya. Aku ingin duduk bahkan berbaring. Aku lelah.
Kukira
kau telah melupakan wanita itu dan berpaling padaku saat kamu mengajakku
berkeliling kota Jogja satu tahun lalu. Entah karena apa aku tetap nyaman
ketika duduk di motor dengan suara yang sangat memekakan telinga. Saat kau
menyuruhku untuk berpegangan karna kamu sangat senang melajukan motormu dengan
cepat. Saat kau menggenggam jemariku. Saat itu aku yakin bahwa kamu telah
melupakanya. Tapi nyatanya sampai saat ini kamu masih membiarkanku berdiri
sendiri tanpa pegangan apapun. Aku masih terombang ambing dengan perasaanku.
Kenapa?
Kenapa kamu setega itu dengan wanita yang lemah ini? Kau tega
mengombang-ambingkan hati wanita ringkih ini. Tak bisa aku terjemahkan arti
genggaman tanganmu. Arti dari perhatianmu terhadapku selama ini. Arti ungkapan
sayangmu untukku yang sering kau ucapkan. Arti kata yang memintaku untuk tidak
pergi meninggalkanmu. Apa arti semua itu bila saat ini kamu masih nyata
menunggu wanita bertuan itu?
Dari
awal aku sudah mengerti dengan apa yang aku lakukan akan membuat hati dan
perasaanku terluka. Aku tau penyakit itu tak datang dengan sendirinya, tapi aku
yang mencarinya dengan caraku. Aku sudah mengerti bahwa keputusanku untuk
menunggumu adalah sesuatu yang akan menyakitkan. Tapi aku tak bisa
menghindarinya meskipun aku tau itu. aku tetap pada hatiku untuk menunggumu.
Tak dapat kupungkiri kamu seperti mimpi dalam nyataku dan sangat nyata dalam
mimpiku.
Ingin
aku marah denganmu saat cemburu tak dapatku tolerir dengan segala macam
perhatianmu. Tapi aku sadar. Siapalah aku ini untukmu. Aku tak punyai hak untuk
itu. aku sadar kamu tak akan menganggapku ada meskipun aku yang nyata ada didepanmu.
Bukan wanita itu.
Comments
Post a Comment